Bicara tentang
negara yang paling baik aspek sosialnya, hal ini tentunya didominasi oleh
negara-negara maju. Irlandia dikenal dengan sejarah toleransinya. Sebuah survei
tahun 2012 oleh Komisi Eropa tentang diskriminasi di Uni Eropa menemukan bahwa
79 persen dari penduduk Irlandia menggambarkan diskriminasi berdasarkan agama
atau kepercayaan adalah langka atau tidak ada di Irlandia. Dalam berbagai
penelitian pun, Irlandia termasuk ke dalam salah satu negara paling ramah
sedunia dalam menyambut wisatawannya. Walaupun tidak dapat disejajarkan dengan
baiknya aspek sosial yang ada di negara maju tersebut, beberapa negara
berkembang pun mempunyai aspek sosial yang tergolong baik. Seperti contohnya
adalah negara Thailand.
Ada suatu kebiasaan orang Thailand dalam menyapa orang lain,
yaitu dengan cara salam melibatkan gerakan doa seperti dengan tangan dan
juga mungkin termasuk membungkuk sedikit kepala. Salam ini sering disertai
dengan senyum tenang melambangkan sebuah disposisi ramah dan sikap yang
menyenangkan. Thailand sering disebut sebagai "Tanah Senyuman" dalam
brosur wisata.
Meunjukkan
dan menampilkan kasih sayang di depan umum, tidaklah umum dalam masyarakat
tradisional Thailand, khususnya antara kekasih. Teman dapat dilihat berjalan
bersama bergandengan tangan, namun pasangan jarang melakukannya kecuali di
wilayah kebarat-baratan. Sebuah norma sosial terkemuka menyatakan bahwa
seseorang menyentuh di kepala dapat dianggap kasar. Hal ini juga dianggap tidak
sopan untuk menempatkan kaki di atas kepala orang lain, terutama jika orang itu
adalah berstrata sosial yang lebih tinggi. Hal ini karena rakyat Thailand
menganggap kaki menjadi bagian yang paling kotor dan paling rendah dari tubuh,
dan kepala bagian yang paling dihormati dan tertinggi tubuh. Ini juga
mempengaruhi bagaimana Thailand duduk saat di tanah-kaki mereka selalu menunjuk
jauh dari orang lain, terselip ke samping atau di belakang mereka. Menunjuk
atau menyentuh sesuatu dengan kaki juga dianggap kasar.
Seragam sebagai
suatu simbol nilai tertentu nampaknya sengaja ditanamkan sejak awal dalam diri
siswa Thailand hingga perguruan tinggi. Dengan demikian pembentukan
karakter menjadi agenda paling krusial dalam sistem pendidikan di Thailand.
Meskipun profesionalitas juga menjadi salah satu agenda khususnya dalam
pendidikan menengah dan tinggi, tetapi profesionalisme tidak akan bermakna
tanpa kekuatan karakter. Seragam siswa dan mahasiswa di Thailand tidak sekedar
pakaian yang sama. Keseragaman tersebut menjadi salah satu strategi pembentukan
karakter yakni kedisiplinan, kebersamaan, identitas, dan kebanggaan sebagai
warga belajar di Thailand. Kedisiplinan yang ditanamkan terus-menerus
menciptakan keteraturan dan penghormatan pada aturan main. Rasa kebersamaan memupus
perbedaan serta kemajemukan antar kelompok. Identitas yang mudah dikenal
membuat para pelajar dan mahasiswa menjaga nama baik almamater. Kebanggaan
mendorong mereka bertekad mewujudkan harapan masyarakatnya. Pendidikan yang
berhasil menanamkan karakter yang kuat.
Pengemis atau
gelandangan tampak tetapi bisa dihitung dengan tangan, sangat sedikit.
Keteguhan untuk mempertahankan tulisan asli Thailand dalam pengajaran pada satu
sisi menunjukkan betapa tingginya penghargaan mereka pada karya leluhur.
Walaupun Thailand bermakna tanah yang merdeka (bebas), tidak berarti mereka
menghilangkan nilai-nilai budaya negerinya. Meski alam demokrasi dan
globalisasi merasuk ke dalam sendi kehidupan penduduk Thailand, kecintaan
mereka pada Sang Raja terpatri kuat. Poster dan foto raja kadang kala disertai
ratu bertengger di mana-mana. Pingir jalan, sudut kota, dinding gedung megah,
sekolah, bahkan kaki lima memasang gambar raja. Sebuah tulisan besar tertera di
sebuah mobil van terbaca Live King, Long Live King (Hidup
Raja, Panjang Umur Raja). Meskipun modernitas amat kentara di mana-mana, tetapi
rakyat Thailand tetap setia dengan tradisi dan kebudayaan leluhurnya.
Warga Thailand, baik
yang Buddha maupun Muslim begitu menghormati Raja Thailand yang saat ini
berkuasa, Bhumibol Adulyadej yang bergelar Rama IX. Walau secara konstitusi
sudah tidak punya kekuatan lagi tetapi segala himbauannya masih begitu didengar
dan dipatuhi rakyat Thailand. Bagi warga Thai penganut Buddha malah menganggap
bahwa Raja Bhumibol sebagai Dewa yang hidup di bumi. Sesuai kepercayaan
penganut Buddha, bahwa setiap orang akan bereinkarnasi alias hidup kembali
sesuai amal perbuatannya di kehidupan sekarang. Mereka percaya akan karma.
Reinkarnasi akan berhenti ketika mencapai level Buddha, yaitu level kebaikan
paling tinggi. Level dimana hidup tidak bergantung lagi pada kebutuhan yang
bersifat dunia. Selalu merasa cukup walau hidup berkekurangan. Tetap hidup sederhana
walau materi berlebih. Sang Raja yang saat ini berkuasa, bagi Warga Thai
penganut Buddha, mereka anggap sudah mencapai level Buddha. Penghormatan kepada
Raja salah satunya dengan memutar lagu untuk Raja setiap kali akan memulai
pemutaran film di bioskop, dan yang hadir dalam bioskop diharapkan berdiri
selama pemutaran lagu buat Raja tersebut. Nasionalisme warga Thai juga terlihat
ketika setiap pukul 6 sore, di beberapa tempat umum diputarkan lagu kebangsaan
Thailand, semua warga dan kendaraan akan berhenti hingga lagu selesai.
Referensi :
1.
http://ahmadtakbir.blogspot.com/2013/10/serba-serbi-thailand.html
2.
http://darussalampamungkas.blogspot.com/2011/10/kebudayaan-thailand.html
3.
http://stainsalatiga.ac.id/mengapa-mahasiswa-thailand-berseragam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar