Upaya penanggulangan banjir
terus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta beserta Kementerian
Pekerjaan Umum. Namun, program tersebut belum sepenuhnya cukup menjamin ibu
kota negara dan daerah sekitarnya bebas banjir pada musim hujan mendatang.
Proyek penanggulangan banjir Jakarta, seperti pengerukan Kali Pesanggrahan,
Angke, dan Sunter, baru berjalan separuhnya. Kendala utamanya adalah pembebasan
lahan.
Kementerian Pekerjaan Umum
khawatir pekerjaan pengerukan sungai pada 2014 akan melambat. Ini mengingat
saat ini pengerukan sudah hampir masuk ke lahan yang harus dibebaskan. Jika
pembebasan lahan bermasalah, banjir yang biasa melanda sebagian wilayah Jakarta
akan berpotensi terulang kembali pada akhir 2013 hingga awal 2014.
”Saat ini pekerjaan pengerukan di ketiga kali itu sudah mencapai 50-60 persen. Sebentar lagi kami akan mengeruk wilayah yang padat penduduk dan membutuhkan pembebasan lahan. Jika lahan tidak segera dibebaskan, pekerjaan akan tersendat,” kata Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane Imam Santoso, di Jakarta, Jumat (18/10/2013).
Menurut Imam, kewenangan pembebasan lahan merupakan tanggung jawab Pemprov DKI
Jakarta. Adapun tanggung jawab pekerjaan konstruksi ada pada Balai Besar.
”Progres 50-60 persen ini
bisa dicapai karena kami mengerjakan konstruksi di wilayah-wilayah yang tidak
membutuhkan pembebasan lahan, seperti di tanah pemerintah, tanah developer, di
lahan DKI, dan sebagainya. Adapun untuk mengerjakan pengerukan di lahan yang ada
penduduknya, harus dilakukan pembebasan terlebih dahulu,” ujar Imam.
Wilayah DKI Jakarta secara
alami dilintasi 13 aliran sungai dengan 10 muara. Sepuluh muara sungai di Teluk
Jakarta berada pada posisi lebih rendah daripada elevasi pasang surut air laut.
Ini terutama berada di daerah dataran banjir Kali Angke, Pesanggrahan, Grogol,
Sekretaris, Krukut, Cideng, Ciliwung, Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat, dan
Cakung.
Wilayah-wilayah tersebut,
menurut Ketua Program Studi Magister Ilmu Geografi FMIPA UI Tarsoen Waryono,
rawan tergenang pada musim hujan ataupun saat pasang laut tinggi. Jumat
(18/10/2013), pernyataan Tarsoen itu jadi kenyataan. Tanggul yang masih dalam
tahap renovasi di Muara Baru, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan,
Jakarta Utara, meluap, hingga air laut merangsek ke daratan.
Tanpa hujan saja, kawasan
di sekitar Pelabuhan Muara Angke, Jalan Muara Baru, Jalan Yos Sudarso di
sekitar Ancol, Jalan Daan Mogot, dan Jalan Luar Batang tergenang hingga
setinggi 40 sentimeter. Semua kawasan di Jakarta Utara yang berbatasan dengan
pantai berpotensi mengalami bencana serupa seperti di Muara Baru itu.
Gubernur DKI Jakarta Joko
Widodo, saat diwawancara Kompas, Kamis (10/10/2013), mengatakan, Pemprov DKI
Jakarta kini berpacu mengerjakan tugasnya. Pemprov DKI Jakarta berkejaran untuk
melakukan pengerukan saluran/drainase, kali sedang, dan kali kecil. DKI Jakarta
kini juga merevitalisasi waduk.
Waduk Pluit di Jakarta
Barat dan Waduk Ria Rio di Jakarta Timur sampai Oktober ini sudah harus bersih
dari permukiman padat. Pengerukan waduk dan upaya memfungsikan waduk sebagai
area tangkapan air masih terus berproses. ”DKI hanya kebagian proyek- proyek
kecil. Proyek besar, seperti pengerukan sungai, juga konservasi kawasan hulu,
ada di tangan pemerintah pusat. Saya sudah menemui Gubernur Jawa Barat dan
Banten. Meskipun ada kesepahaman di antara kami, tetap butuh payung hukum dari
pemerintah pusat untuk revitalisasi sungai-sungai menyeluruh dari hulu ke
hilir,” kata Jokowi. Masih dalam proses
Direktur Jenderal Sumber
Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Mohammad Hasan mengatakan, berkaitan dengan
proyek Jakarta Emergency Dredging Initiative atau Jakarta Urgent Flood
Mitigation Project, sejumlah pekerjaan sedang dilakukan, baik dalam taraf
pengerjaan maupun dalam proses persiapan dan proses tender.
”Yang sedang berjalan
adalah normalisasi di Pesanggrahan, Angke, dan Sunter. Selain itu, sedang
dilakukan tender untuk pengerukan di Ciliwung dan pengerjaan sodetan,” katanya.
Kementerian Pekerjaan Umum juga sedang menambah dua pintu air, masing-masing di
Manggarai dan Karet. Kedua pintu air ini akan memperlancar aliran sungai ke
laut sehingga mengurangi ketinggian air di wilayah rawan banjir, seperti
Cawang, Kampung Melayu, dan Manggarai.
”Dari semua pekerjaan yang
merupakan tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum, hanya tinggal pengerukan
Kali Cipinang bagian hulu dan Kali Krukut yang belum berjalan,” kata Hasan.
Untuk pengerjaan normalisasi Ciliwung yang menurut rencana dilakukan tahun
2014, anggarannya sekitar Rp 1,7 triliun. Dari dana itu, sekitar Rp 500 miliar
digunakan untuk membuat sodetan di Ciliwung. Sodetan ini berfungsi mengalirkan
luapan air Ciliwung ke Kali Cipinang dan Kanal Banjir Timur.
Mengenai pengerukan di
Sungai Ciliwung, Imam menjelaskan, progresnya saat ini sudah sampai tahap
tender, tetapi belum bisa diumumkan pemenangnya. Penandatanganan kontrak dengan
pemenang tender terganjal lambannya izin kontrak tahun jamak dan revisi daftar
isian pelaksanaan anggaran dari Kementerian Keuangan. Tak bebas banjir
Tarsoen mengatakan, secara teknis DKI Jakarta tidak mungkin bebas dari banjir
walau segala upaya struktur dan nonstruktur ditempuh. Maksimal yang bisa
dicapai hanya sebatas mengendalikan banjir.
”Pemerintah harus
mengimplementasikan kebijakan tata ruang secara tegas dan komprehensif.
Intensitas pemanfaatan ruang hendaknya benar-benar diterapkan. Lahan terbangun
hendaknya hanya 70 persen dan 30 persen lainnya merupakan ruang terbuka
dan/atau terbuka hijau,” kata Tarsoen.
Sewaktu Jakarta masih
seluas 47.000 hektar, lanjut pegiat pelestarian hutan kota UI ini, pemerintah
kolonial Belanda hanya menyiapkan Batavia untuk dihuni 1 juta penduduk. Kini
luas Jakarta 65.000 hektar.
Sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, seharusnya hanya 70 persen dari total
luas itu yang boleh dibangun. Sebanyak 30 persen sisa lahan wajib diperuntukkan
sebagai ruang terbuka hijau. Kini intensitas pemanfaatan ruang di DKI Jakarta
87 persen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar