Saya akan mencoba untuk bermain logika dengan pemahaman. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat Tahun 2008, kegagalan dapat didefinisikan sebagai [v] (1) tidak berhasil; tidak tercapai (maksudnya). Sehingga jika saya berangkat dari kalimat tersebut, maka kegagalan itu sesungguhnya berasal dari diri pribadi. Seseorang memiliki maksud dan keinginan yang hendak dicapai. Ketika maksud tersebut tidak tercapai, maka seseorang dikatakan mencapai fase ‘kegagalan’.
Semua
tergantung diri sendiri
Kita
dapat jatuh bebas dan belajar mengenai banyak hal. Atau, kita dapat sedikit
belajar dari sebuah kegiatan yang dilakukan dan tidak sesuai dengan keinginan,
mengubah hal tersebut menjadi bagian dari penerimaan pribadi.
Kita
juga secara sederhana belajar untuk tidak mengulang sesuatu yang kita pandang
sebagai kegagalan. Akan tetapi jika konsep yang dimiliki diri sendiri sudah
negatif, maka sebenarnya kita sudah menanamkan sikap menghindar dan membenci
akan kegagalan yang sudah diraih. Bahkan seseorang akan berhenti melakukan
kegiatan yang dia sukai karena merasa gagal. Semua ini hanya karena penanaman
persepsi yang salah akan kegagalan.
Bagaimana
berfikir kritis
Manusia
memang makhluk yang dipenuhi dengan emosi. Ketika emosi telah menyelimuti pola
pikir, sangat sulit rasanya untuk mengajak berfikir logis. Itulah sebabnya
berfikir kritis hanya dapat dilakukan jika kita mampu mengontrol kondisi emosi.
Jika
kita mencoba untuk berfikir kritis untuk menentukan faktor bagian mana yang menjadi kunci kenapa semua tidak
berjalan sesuai keinginan maka hal tersebut dapat menghindarkan dari akibat
negatif ke pribadi dari sebuah kegagalan.
Terkadang
sesuatu tidak berjalan baik karena kita lupa untuk melakukan evaluasi dari
kemungkinan sukses dari sebuah aktivitas sebelum kita memulainya. Mungkin,
sejak awal kita tidak merencanakannya secara baik. Ketergesaan dan keteledoran
dapat mengarah kepada konsekuensi yang menjadi faktor penentu antara hasil yang diharapkandengan hasil yang sebenarnya terjadi.
Jika kita menyalahkan diri sendiri setelahnya, tanpa melakukan evaluasi, maka
besar kemungkinan masalah perasaan selalu gagal itu akan masuk ke dalam
pribadi.
Sebagai contoh, dua orang sahabat menyukai tim sepakbola. Sebuah pertandingan derby akan
berlangsung antara Barcelona dan Real Madrid. Seorang fans berat akan selalu
membela tim mereka, walaupun secara logika mereka tahu bahwa kapasitas tim
tersebut tidak memadai. Ketika seorang fans Real Madrid ingin menanamkan
pemahaman kepada fans Barcelona bahwa tim mereka lebih baik, dan Barca busuk,
maka hal ini tidak akan berjalan baik. Kenapa? Pertama, fans Real Madrid memulai percakapan
dengan salah dengan mengungkap busuknya Barcelona.
Tetapi,
jika kita mengubah percakapan tersebut menjadi sebuah diskusi dengan membahas
kelemahan dan kekuatan masing-masing tim, tingkat keberhasilan seorang fans
Barca berpindah menjadi Real Madrid akan lebih baik.
Kata-kata
adalah kekuatan dan dapat digunakan untuk mempengaruhi orang lain. Lidah lebih
tajam daripada pisau, mereka bilang. Seseorang dapat secara emosional terluka
karena diskusi yang berjalan tidak baik. Tergantung bagaimana kondisi
percakapan, seseorang dapat merasa gagal ketika diakhir argumen dia merasa tidak menang.
Kenali battle
zone
Kenali
diri sendiri sebelum melakukan aktivitas yang memiliki kemungkinan menang atau
kalah. Bukan berarti lalu kita harus tidak mengambil kesempatan atau peluang,
akan tetapi lebih kepada memahami dimana posisi kita, sehingga ketika
kemungkinan terburuk terjadi, perasaan negatif tentang kegagalan tidak menjadi
persepsi pribadi kita.
Jika
kita memutuskan untuk menentukan bahwa sebab kegagalan tersebut adalah diri
sendiri, maka kita benar-benar membutuhkan waktu untuk melakukan evaluasi
apakah ini benar atau tidak.
Sebagai
gambaran, ketika bertemu secara reguler dengan supervisor dan kita memilih
waktu sore hari, kita mungkin akan mengasumsikan bahwa muka masam dari
supervisor tersebut adalah karena kesalahan kita di dalam penelitian. Kita
mungkin akan segera menginternalisasi hal tersebut dan berfikir bahwa apapun
yang kita lakukan akan salah. Akhirnya kita akan berbalik secara negatif
menjadi berburuk sangka pada supervisor dan bahkan membencinya.
Padahal
kemungkinan besar karena sore hari, supervisor sudah terlalu lelah untuk
mencerna semua penjelasan kita mengenai pekerjaan sehingga dia bermuka masam.
Analisis dan analisis adalah dua kegiatan yang harus terus dilakukan ketika
kita merasa berada di dalam kegagalan.
Kegagalan
terbesar
Thomas
Alfa Edison gagal 2000 kali dalam eksperimennya dan dia tetap menyumbangkan
kepada umat manusia bola lampu pijar yang sekarang digunakan di seluruh dunia.
Melalui 2000 kegagalan, Edison belajar dan menemukan 2000 cara untuk TIDAK menciptakan
bola lampu.
Albert
Einstein gagal dalam pelajaran Matematika ketika kuliah. Dan, dia memberikan
kita Teori Relativitas dan banyak konsep matematika, fisika bahkan filosofi
yang masih diabadikan hingga hari ini.
Kegagalan
dapat memberikan kita kecenderungan untuk berusaha lebih keras mencapai
keberhasilan dan berfikir kritis. Kegagalan dapat membantu kita menjadi pemecah
masalah yang handal.
Saya
gagal menuliskan tulisan ini dalam 1 halaman (tujuan awal saya), akan tetapi
saya kira saya malah berbagi lebih banyak.
Sumber
:
Sumber
gambar :
http://lucyinnovation.files.wordpress.com/2011/03/failure.gif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar